A. Defenisi
Badan Eksekutif
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, badan eksekutif berarti badan pelaksana
undang-undang yang menjalankan roda pemerintahan sehari-hari¹.
Eksekutif berasal dari kata eksekusi (execution) yang berarti pelaksana.
Prof.
Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik menyebutkan bahwa badan
eksekutif yaitu badan yang berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
untuk menjalankan pemerintahan.
Di negara-negara
yang menganut paham demokratis, badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala
negara (raja atau presiden), beserta menteri – menterinya².
Berdasarkan
perntyataan di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga eksekutif adalah lembaga
yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang
telah dibuat oleh pihak legislatif. Eksekutif merupakan
pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara,
untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya
adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin
departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
B. Tugas
dan Fungsi
Badan Eksekutif
Berdasarkan
defenisi di atas sudah jelas tertera secara jelas mengenai tugas dari badan
eksekutif itu sendiri.Tugas badan eksekutif itu yakni sebagai badan
pelaksana yang menjalankan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif. Trias
politika juga mengartikan bahwa badan legislatif itu hanya melaksanakan
kebijakan - kebijakan yang sudah ditetapkan oleh badan legislatif. Dalam
menjalankan tugasnya itu, badan eksekutif dibantu oleh tenaga kerja yang ahli dalam
bidangnya serta didukung oleh macam-macam fasilitas di masing - masing
kementerian.
C. Wewenang
Badan Eksekutif
Dalam
buku Dasar-Dasar Ilmu Politik(2008:296-297), Miriam Budiardjo
menyebutkan kekuasaan
eksekutif
yang
mencakup beberapa
hal yakni,
1.
Wewenang Adiminstratif
yaitu
kekuasaan untuk melaksanakan undang - undang dan peraturan perundang - undangan
lainnya.
2.
Wewenang Legislatif
yaitu membuat rancangan perundang - undangan
dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat.
3.
Wewenang Keamanan
·
Kekuasaan yang mengatur polisi
·
Angkatan bersenjata.
·
Menyatakan negara dalam keadaan
bahaya.
·
Mengumumkan perang terhadap negara lain.
4. Wewenang Yudikatif
·
Memberi
grasi
·
Memberi Amnesti
·
Memberi Abolisi
5.
Wewenang Diplomatik
yaitu kekuaaan untuk menyelenggarakan hubungan
diplomatik dengan negara lain. Hubungan diplomatik itu yakni antara lain :
·
Melangsungkan perjanjian dengan negara lain.
·
Mengadakan perdamaian dengan negara lain.
D. Beberapa
Macam Badan Eksekutif
Masing
- masing badan eksekutif mempunyai variasinya tersendiri, berikut adalah
beberapa
macam - macam badan
eksekutif.
1. Sistem Parlementer
dengan Parliementary Executive
Dalam sistem ini badan eksekutif dan legislatif a satu sama lain.
kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang "bertanggung
jawab", diharapkan dapat mencerminkan kekuatan plitik dalam badan
legislatif yang mendukungknya, hidup dan matinya kabinet dalam sistem ini
bergantung pada dukungan dari badan eksekutif.
2. Sistem Presidensial
dengan Fixed Executive atau Non-Parliamentary Executive
Dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif bergantung
pada badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu,
dalam sistem ini kedudukan badan ekekutif lebih kuat ketimbang badan legislatif.
E. Perkembangan
Badan
Eksekutif di Indonesia dari Masa ke Masa
Dalam
masa pra-demokrasi terpimpin, yaitu November 1945 sampai Juni 1959, kita kenal
badan eksekutif yang terdiri atas Presiden dan Wakil Presiden yang tidak dapat
diganggu gugat dan menteri - menteri yang dipimpin oleh perdana menteri dan
yang bekerja atas dasar asas tanggung jawab menteri. Kabinet pada masa ini
disebut sebagai Kabinet Presidensial yang dipimpin oleh Wakil Presiden Moh.
Hatta.
Jumlah
menteri dalam masa sebelum 27 Desember 1949 berkisar 16 orang. Jumlah menteri
dalam masa sesudahnya berkisar antara 18 dan 25 orang. Dalam masa masa
pemerintahan ini presiden memegang kekuasaan selama lima tahun yang hanya
dibatasi oleh peraturan - peraturan dalam undang - undang dasar dan dimana
sesuatu hal diperlukan adanya suatu undang - undang.
Dalam
masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya
untuk memperkuat kedudukannya, Ir. Soekarno oleh MPRS ditetapkan sebagai
presiden seumur hidup, begitu pula pejabat teras badan legislatif dan dari
badan yudikatif di beri status menteri.
Dalam
masa Orde Baru ketetapan MPRS yang memberi kedudukan seumur hidup kepada Ir.
Soekarno dibatalkan. Dengan ketetapan MPRS No. XXXXIV tahun 1968 jenderal
Soeharto dipilih oleh MPRS sebagai presiden. Jabatan wakil presiden sementara
belum diisi. Dalam sidangnya pada tahun 1973 MPR memilih Jenderal Soeharto
sebagai Presiden Republik Indonesia dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai
wakil presiden.
Perkembangan
politik di Indonesia pada masa - masa awal Orde Baru menunjukkan peran Presiden
Soeharto yang semakin dominan ini terlihat dari keberhasilan Orde Baru dalam
membangun ekonomi , termasuk swasembada beras pada pertengahan dekade 1980-an,
yang jelas memberikan kedudukan yang dominan bagi Presiden Soeharto, tetapi
dominasinya dalam dunia politik menghasilkan penyelewangan kekuasaan.
Penyelewangan kekuasaan ini semakin hebat menjelang berakhirnya Orde Baru pada
tahun 1998.
Ternyata
kesabaran itu ada batasnya, kekuasaan yang dominan menghasilkan penyelewangan
politik yang meluas dan berujung pada praktik-praktik KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme) dan benar saja gerakan mahasiswa mampu memaksa pimpinan MPR/DPR
untuk mendukung gerakan mahasiswa tersebut dengan cara menduduki gedung DPR dan
desakan rakyat akhirnya membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya pada tanggal 20 Mei 1998.
Masa
sesudah Orde Baru itu dikenal sebagai Orde Reformasi, pada masa Reformasi yang
ingin dilakukan setelah Orde Baru tumbang adalah melakukan perubahan -
perubahan politik sehingga sistem politik di Indonesia menjadi lebih
demokratis. Langkah terobosan yang dilakukan oleh Orde Reformasi adalah
amandemen UUD 1945 yang mengubah UUD 1945 secara drastis sehingga UUD 1945 yang
asli menjadi sangat berbeda dibandingkan UUD 1945 hasil amandemen.
UUD
1945 hasil amandemen memperkuat sistem presidensial di Indonesia dengan
mengadakan pemilihan umum untuk memilih presiden/wakil presiden secara langsung
oleh rakyat. Di samping itu, UUD 1945
hasil amandemen mempersulit pemecatan (impeachment) presiden oleh MPR.
Pemecatan presiden dalam UUD 1945 yang asli dapat dilakukan dengan mudah oleh
MPR. Bila DPR melihat presiden telah menyimpang dari GBHN (Garis Besar Haluan Negara)
atau telah melakukan kebijakan yang berbeda dari pandangan DPR, maka DPR dapat
mengajak MPR melakukan sidang istimewa untuk melakukan pemecatan pada presiden.
Proses pemecatan ini juga melalui proses yang panjang karena harus diverifikasi
terlebih dahulu oleh Mahkamah Konstitusi.
Amandemen
UUD 1945 mengurangi peranan presiden dalam fungsi lembaga legislatif. Pasal 20
ayat (1) UUD 1945 mengatakan bahwa kekuasaan membentuk UU dipegang oleh DPR.
Presiden dibawah UUD 1945 hasil amandemen adalah presiden di dalam sistem
presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat diberhentikan oleh DPR karena
masalah politik begitu juga sebaliknya.
Note
¹http://kbbi.web.id/badan
²Miriam Budiardo, Dasar – Dasar Ilmu Politik
(Gramedia Pustaka, 2008) hlm 295
Daftar Pustaka
1. http://kbbi.web.id/badan.
2.
Budiardjo,
Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Pustaka